Timeline berikut merupakan kompilasi dari beberapa sumber yang sudah terpublikasi (seperti prasasti dan catatan-catatan asing), serta analisa dan pencocokan dari naskah lokal Kronik Malayu-Minangkabau, sebagiannya bersumber dari Kitab Salasilah Rajo-Rajo di MinangkabauKerajaan Malayu Tapi Air merupakan nama asli dari Kerajaan Malayu menurut naskah tersebut dengan ibukota asli di Kualo Batanghari, Jambi.

Pada tahun 682 M Kerajaan Bukit Seguntang Ranjani memindahkan ibukotanya ke Kualo Batanghari, setelah merebutnya dari Kerajaan Malayu Tapi Air yang sebelumnya beribukota di sana. Setelah kejadian tersebut, Dinasti Malayu Tapi Air menyingkir ke Kawasan Hulu Batanghari dan mendirikan wilayah baru di Siluluak Punai Mati, yang mereka beri nama Malayu Kampung Dalam Tiga Laras (Tri Bhuwana), atau dikenal juga dengan nama Rantau Tigo Lareh. Mereka harus menunggu selama 500 tahun hingga kerajaan mereka berdiri kembali setelah kehancuran Bukit Seguntang Ranjani (Sriwijaya) oleh serangan Chola. Saat berdiri kembali, dinasti ini dikenal sebagai Dinasti Mauli dan kerajaan barunya dikenal sebagai Kerajaan Dharmasraya. Perkiraan tahun pada informasi yang bersumber dari naskah lokal menggunakan ukuran rata-rata kekuasaan yang lazim pada zaman tersebut, dan sepenuhnya bersifat hipotesa.

Nama Raja dan Gelar TambahanNama Pasangan dan Gelar TambahanLama Bertahta dan Keterangan LainPerkiraan Masa BerkuasaLokasi Istana
Raja-Raja Malayu Tapi Air di Kualo Batanghari500 M – 680 MMalayu Tapi Air di Kualo Batanghari
Raja-Raja Malayu Tapi Air di Siluluak Punai Mati, Malayu Kampung Dalam Tiga Laras, Hulu BatanghariPemerintahan di pengungsian selama 500 tahun680 M – 1105 MSiluluak Punai Mati, (Hulu Batanghari), Malayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Datuak Sinaro
(Raja Bawahan Sriwijaya)
50 tahun.
Chola berkuasa selama 80-100 tahun di Selat Malaka sejak Invasi Chola 1025 M. Penguasa-penguasa Chola di Sriwijaya mengirimkan utusan ke Cina pada 1077, 1079, 1082, 1088, dan 1090 M.
Sepanjang 1028 – 1077 tidak ada utusan Sriwijaya yang datang ke Cina.
Datuak Sinaro mulai mengusir sisa-sisa Chola dari Hulu Batanghari sejak 1110 M.
1105 M – 1155 MSiluluak Punai Mati, (Hulu Batanghari), Malayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Datuak Bagindo Ratu (Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa).40 tahun.
Prasasti Grahi 1183 M tentang pendirian Dharmasraya
1155 M – 1195 MMalayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Tuanku Dewangso25 tahun1195 M – 1220 MMalayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Tuanku Rajo Tianso 55 tahun1220 M – 1275 MMalayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Tuanku Tiang Panjang (Tuanku Tigo Lareh, Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa), Prasasti Padang Roco, Amoghapasha1286 MPuti Reno Indera Jati Puti Kencana Ungu (Raja Perempuan Tigo Laras)20 tahun.
Tribhuwanaraja adalah kakak dari Datuak Sari Maharajo (Suami Puti Jato Jati Puti Sari Puti, Gunuang Marapi). Pada masa pemerintahannya, Raja Kertanegara dari Singhasari melakukan Ekspedisi Pamalayu pada 1275 M.
1275 M – 1295 MMalayu Kampung Dalam, Tiga Laras
Puti Reno Marak (Puti Reno Marak Janggo, Dara Jingga)Tuan Bujanggo Rajo (Adwayabrahma, Singhasari)30 tahun1295 M – 1325 MMalayu Kampung Jao, Tiga Laras
Akarendrawarman Raja Sementara, menggantikan Puti Reno Marak. Prasasti Pagaruyung VIII mencatat Akarendrawarman sudah naik tahta sejak 1316 M.1325 M – 1347 MSaruaso, Tanah Datar
Adityawarman (Dewang Palokamo Rajo Indera Deowano)Puti Reno Jalito (Ulak Tanjuang Bungo, Saruaso)40 tahun.
Pindah ke Bukit Gombak, Tanah Datar.
1347 M – 1387 MBukit Gombak, Tanah Datar

[Disclaimer: Artikel ini mengandung beberapa informasi yang bersumber dari naskah KSRM. Investigasi mendalam pada naskah ini mengindikasikan adanya fabrikasi cerita, nama tokoh dan nama tempat serta saduran cerita dari berbagai sumber yang sudah dimodifikasi sehingga tidak akurat lagi. Ditemukan juga indikasi penambahan dan sisipan cerita yang kurang jelas sumbernya, atau bersifat imajinasi penulisnya, sehingga orisinalitas dan validitas naskah ini kurang bisa dipastikan. Meski demikian, ada beberapa bagian dari naskah ini yang terindikasi bersumber dari catatan asli dan akurat yang ditulis oleh Yamtuan Patah pada tahun 1800an di pengungsiannya, terutama untuk silsilah Raja-Raja Pagaruyung pasca Sultan Ahmadsyah, meski fisik manuskrip catatan ini belum bisa dipastikan keberadaannya. Artikel ini ditulis sebelum proses investigasi di atas menghasilkan kesimpulan, oleh karenanya kehati-hatian pembaca untuk menyaring informasi dalam artikel ini sangat diharapkan. Silahkan merujuk pada artikel1, artikel2, artikel3, artikel4, artikel5, artikel6, artikel7, artikel8, dan artikel9 untuk menyimak hasil investigasi selengkapnya. Fokus utama MozaikMinang tetap pada analisa, investigasi dan interpretasi terhadap istilah-istilah langka tertentu yang muncul pada berbagai naskah, dengan harapan dapat mengungkap beberapa misteri dalam Sejarah Minangkabau]