Jauh sebelum tarikh Masehi ketika orang-orang di benua Eropa masih terkebelakang, di daratan Asia telah terdapat masyarakat dengan peradaban tinggi seperti Macedonia, Mesir Kuno, Parsi, Arab, India, Mongolia dan Cina, termasuk disebuah dataran subur Asia Muka di kawasan Campha, Kocin, Peghu, Annam dan kawasan Khasi dan Munda disebelah Tenggara anak benua India yang merupakan kantong2 pemukiman yang kelak dengan berbagai motivasi dan faktor penyebab telah melakukan exodus kearah Selatan yang selanjutnya melalui proses yang sangat panjang dan sulit telah menyebar dikepulauan Nusantara dan pulau2 lain yang diapit oleh dua Samudra Hindia dan Pasifik yang kelak menjadi cikal bakal nenek moyang bangsa serumpun.

Yang selanjutnya melalui proses yang panjang dan berliku perpindahan lokal terus berlangsung hingga ditemukan tanah idaman yang dapat dianggap subur dan menjanjikan untuk kehidupan yang lebih baik dan layak

Bagi orang-orang zaman dulu, puncak gunung yang tinggi, indah dan nyaman diyakini sebagai tempat yang suci sebagaimana puncak gunung Mahameru salah satu puncak pegunungan Himalaya di anak Benua Asia, karena puncak gunung yang sedemikian itu dianggap lebih dekat ke Nirwana tempat bersemayam Sang Hyiang Tunggal bersama para Dewata lainnya

Tidak heran bila puncak yang indah seperti Bukit Siguntang dan Merapi menjadi tanah idaman tujuan akhir dari sebuah pencarian panjang.

Menurut catatan, puncak Merapi yang dianggap suci ini pernah didiami oleh Dapunta Hyang beserta pengikutnya sekitar 250 tahun sebelum masehi

Rombongan ini telah melalui sebuah perjalanan yang melelahkan memudiki sungai Kampar untuk mewujudkan sebuah tempat suci yang identik dengan kampung halaman yang ditinggalkan dan selanjutnya berakhir dipuncak Merapi yang mereka yakini sebagai sebuah tempat yang indah dan lebih dekat ke Nirwana tempat Para Hyang dan Dewa-Dewi.

Ber-abad2 lamanya puncak dan lereng Merapi menjadi pusat pemujaan Sang Hyiang Tunggal hingga abad ke 5 oleh sang penguasa diutus Sri-Jayanaga (603 M) turun gunung melewati Sungai Dareh Pulau Punjung untuk menyebar luaskan ajaran dan pengaruh himgga akhirnya sampai kedaerah Shan Fuo Thsie (Tembesi – Muara Tembesi)

Dengan memudiki anak Sungai Batanghari yang berhulu di dua danau kembar didaerah Solok dan Sawah Lunto Sijunjung, hingga akhirnya perjalanan berakhir setelah menemukan sebuah negeri yang kemudian dikenal sebagai Shou Lie Fho Chien (Sriwijaya).

Keharuman nama Swarnadwipa sebagai pulau yang banyak emas ini telah sampai ke-negeri2 ditanah besar Asia bahkan dijazirah Arab sana orang sudah mengenal pelabuhan Barus dipesisir barat Sumatera diperdagangkan sejenis kamfer yang harum itu

Tidak heran bila pesisir pantai terlebih dahulu mengalami asimilasi budaya baik itu lewat para petualang atau saudagar dari anak benua India yang mengembangkan agama Hindu / Budha  maupun Islam dari jazirah Arab sana terutama dimasa Sri Maharaja Lokitawarman (699 M)

Tercatat salah seorang petinggi puncak Merapi Sri Maharaja Inderawarman (730M) telah memeluk agama Islam, beliau tewas dalam sebuah prahara ketika terjadi revolusi di istana, sejak itu lereng Merapi menjadi sepi kembali.

Keindahan tempat2 suci disekitar puncak gunung Merapi dengan gua2 batu-nya huingga ke Parahyiangan Padang Panjang telah terkenal hingga ke Tanah Basa Anak Benua India

Dari istana Kalingga Chalukia, sang Maharaja mengirim beberapa kelompok ekspedisi hingga salah satu kelompok ekspedisi tersebut berhasil menemukan Muara Sungai Kampar dan terus memudiki hingga kehulu yang akhirnya ditemukan sebuah tempat yang diyakini sebagai tanah idaman yang cocok untuk didirikan sebuah tempat pemujaan Bathara Dewa.

Dengan dukungan kuat dari Istana Kaliang Gaca ini didirikan sebuah stupa yang kemudian kita kenal sebagai Candi Muaro Takus yang sekarang terletak diwilayah kecamatan 13 Koto Kampar Riau tidak jauh dari perbatasan Propinsi Riau dan Sumatera  Barat

Keindahan dan kesucian Kota Lama Muara Takus mengundang penguasa2 diselatan untuk menguasainya hingga ketenangan dan kesucian stupa tempat ibadah ini menjadi terganggu terlebih penguasa Sriwijaya yang sedang gencar melakukan ekspansi, mendorong para penganutnya mencari tempat pemujaan yang baru.

Dengan mengendarai ber-puluh2 ekor gajah yang biasa berkumpul disekitar stupa / candi terutama tiap bulan purnama, dimulailah perjalanan panjang mencari tempat pemujaan yang baru, setelah berbilang bulan dan tahun mendaki dan menuruni lembah dipegunungan bukit barisan dari jauh terlihatlah sebuah puncak yang tinggi “Sagadang Talua Itiak” sebuah harapan yang membangkitkan semangat baru untuk mencapainya

Berkat perjuangan yang amat berat ini sekali lagi Puncak Merapi kembali sebagai pusat kebudayaan seperti dibunyikan dalam pituah urang tuo2 kito “Dari mano titiak palito dibaliakTangluang nan barapi, Dari mano asa niniak kito dari Puncak Gunuang Marapi”

Karena Kota Suci Muara Takus yang terusik oleh ekspansi penguasa2 Sriwijaya, dibawah kepemimpinan sang Datuak ditemukan tanah idaman baru Dipuncak Gunung Merapi dengan kehidupan yang lebih menjanjikan, selanjutnya Datuak Maharajo Dirajo ini mendirikan Istana Kerajaan Koto Batu Dilereng Merapi dimana ketika itu belum disusun aturan2 yang mengikat bersama, tali pengikat hanya kewibawaan dan kearifan Datuak itu sendiri.

Kerajaan Minangkabau Tua yang belum bernama Minangkabau ini bertahan ratusan tahun sepanjang umur Datuak Maharajo Dirajo yang diyakini sebagai manusia Setengah Dewa yang dianugrahi umur ratusan tahun, setelah beliau mangkat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuak Suri Dirajo Penghulu kepercayaannya.

Salah seorang Janda Datuak Maharajo Dirajo yang bergelar Puti Indo Julito dikawini oleh Cati Bilang Pandai orang kepercayaan almarhum yang kemudian memboyong keluarga beserta anak2nya Jatang Sutan Balun, Puti Jamilan, Sutan Sakalap Dunia, Puti Reno Sudah dan Mambang Sutan ke Dusun Tuo Limo Kaum, selanjutnya setelah mereka dewasa Datuak Suri Dirajo bermufakat bersama Cati Bilang Pandai untuk mengangkat Sutan Paduko Basa dengan gelar Datuak Katumangguangan dan Jatang Sutan Balun dengan gelar Datuak Perpatiah Nan Sabatang serta Sutan Sakalap Dunia dengan gelar Datuak Surimarajo Nan Ba-nego2 sebagai Penghulu2 yang akan membantu beliau, keputusan ini dimufakati diatas Batu Nan Tigo dengan meminumkan air keris Si Ganjo Erah dengan sumpah setia “Bakato bana babuek baiak mahukum adia bilo dilangga kaateh indak bapucuak kabawah indak baurek di-tangah2 digiriak kumbang”, Ibunda Puti Indo Julito menyerahkan pusaka keris Siganjo Erah dan Siganjo Aia serta Tungkek Janawi Haluih kepada Datuak Ketumangguangan sedangkan Datuak Parpatiah Nan Sabatang menerima keris Balangkuak Cerek Simundam Manti dan Simundam Panuah serta Payuang Kuniang Kabasaran (pertama Ranah Minang menerapkan warisan dari ibu) dan selanjutnya Istano Dusun Tuo menjadi pusat pemerintahan melanjutkan kepemimpinan Datuak Suri Dirajo yang meghabiskan masa tua di Istano Koto Batu.

Mengambil tempat diatas Batu Panta mulai disusun peraturan2 pemerintahan yang selanjut dihasilkan 22 aturan yang terdiri dari ;

– 4 perangkat Undang2 Adat,

4 Undang2 Nagari,

4 Undang2 Koto,

4 Undang2 Luhak dan Nagari,

4 Undang2 Hukum dan

2 Undang2 Cupak

yang kesemuanya disahkan dengan persumpahan yang masing2 meminum air keris Siganjo Erah diatas Batu Kasua Bunta di Dusun Tuo Limo Kaum. Setelah Undang2 nan 22 tersebut disahkan, di Dusun Tuo dibentuk 4 Suku dengan Pangulu masing2 iaitu Suku Caniago dipimpin Datuak Sabatang, Suku Tujuah Rumah Dt.Rajo Saie, Suku Korong Gadang Dt.Intan Sampono dan Suku Sumagek oleh Dt.Rajo Bandaro, pada saat itu juga dilantik 2 orang Dubalang iaitu Sutan Congkong Tenggi dan Sutan Balai Sijanguah kesemuanya dilantik dibawah pasumpahan Datuak Parpatiah Nan Sabatang sedangkan Datuak Katumangguangan meminumkan Air Keris Siganjo Aia. Tidak berapa lama kemudian disusul pula pembentukan 8 Suku lengkap dengan Pangulunya di daerah Pariangan iaitu Suku Piliang dipimpin oleh Datuak Sinaro Nan Bagabang, Koto Dt. Basa, Malayu Dt. Basa, Pisang Dt.Kayo, Sikumbang Dt.Maruhun, Piliang Laweh Dt.Marajo Depang, Dalimo Dt.Suri Dirajo dan Limo Panjang Dt.Tunaro kemudian disusul 5 Suku di Padang Panjang iaitu,

Dalimo Dt. Jo Basa, Piliang Laweh Dt. Indo Sajati, Dalimo Panjang Dt.Maharajo Suri kemudian disusul 6 Suku di daerah Guguak iaitu Suku Piliang, ipimpin oleh Datuak Rajo Mangkuto, Malayu Dt.Tunbijo, Koto Dt.Gadang, Dalimo Dt.Simarajo, Pisang Dt.Cumano, Piliang Laweh Dt.Rajo Malano,selanjutnya 3 Suku di daerah Sikaladi iaitu Suku Sikumbang dipimpin oleh, Datuak Tumbijo, Dalimo Dt.Barbangso dan Suku Koto Dt.Marajo ke 22 orang,  Pangulu Suku ini dilantik oleh oleh Datuak Katumangguangan sedang pasumpahan dengan meminumkan Air Keris Sampono Ganjo Aia oleh Datuak Parpatiah NanSabatang. Setelah peresmian Suku yang 22 ini Datuak Berdua menugaskan Suku

Korong Gadang untuk memelihara Batu Panta sedangkan Batu Kasua Buntatangguang jawab Suku Tujuah Rumah dan Batu Pacaturan oleh Suku Sumagek(ketiga batu bersejarah ini sampai sekarang masih terawat dan dapat dilihatdi Dusun Tuo Limo Kaum Batu Sangkar). Walaupun pembentukan Luhak Nan Tigo sudah digariskan sejak kepemimpinanDatuak Maharajo Dirajo Dipuncak Merapi namun ketegasan batas2 belum ada,maka kedua Datuak membuat ketegasan yang ditandai dengan mengeping sebuahbatu menjadi 3 bagian yang tidak putus dipangkalnya yang bermakna Luhak nanTigo berbagi tidak bercerai namun belum diikuti dengan pembagian Suku (batuini dapat dilihat di Dusun Tuo Limo Kaum) dimana sebelum diadakan pembagianSuku untuk Luhak nan Tigo Datuak Katumangguangan memancang tanah dan membuat sebuah nagari yang kemudian diberi nama Sungai Tarab dan menempatkan adiknyaPuti Reno Sudah bersama 8 Keluarga sekaligus membentuk 8 Suku lengkap denganPangulu iaitu Suku Piliang Sani dibawah Datuak Rajo Pangkuto, Piliang LawehDt.Majo Indo, Bendang Dt.Rajo Pangulu, Mandailiang Dt.Tamani, BodiDt.Sinaro, Bendang Dt.Simarajo, Piliang Dt.Rajo Malano dan Suku Nan Anam dibawah Datuak Rajo Pangulu yang kesemuanya dilantik di Kampuang Bendang danselanjutnya beliau menunjuk kemenakan beliau anak Puti Reno Sudah yangbergelar Datuak Bandaro Putiah sebagai Pangulu Pucuak yang pelantikanilakukan oleh beliau sendiri diatas Batu 7 Tapak dengan pasumpahan meminumir Keris Siganjo Aia (Batu 7 Tapak ini bisa dilihat di rumah salah seorangpenduduk di Sungai Tarab), selanjutnya Datuak Ketumangguangan memerintahkan Datuak Bandaro Putiah bersama 8 Pangulu Sungai Tarab lainnya agardisekeliling Nagari Sungai Tarab dibangun 22 Koto sebagai benteng dan kubupertahanan antara lain 8 Koto Kapak Radai (Pati, Situmbuak, Selo, Sumaniak,Gunuang Medan, Talang tangah Guguak dan Padang Laweh), 2 Ikua Koto (Sijangekdan Koto Panjang), 2 Koto Dikapalo (Koto Tuo dan Pasia Laweh), 1 KotoDipuncak (Gombak Koto Baru), 1 Koto sebagai Katitiran Diujuang Tunjuak(Ampalu), kemudian bersama Datuak Parpatiah Nan Sabatang menjalani LuhakAgam dengan membangun Biaro dengan pangulu Pucuak Datuak Bandaro Panjang, Baso dibawah datuak Bandaro Kuniang yang dilantik dan disumpah setia denganmeminumkan Air Keris Siganjo Erah di dusun Tabek Panjang yang selanjutnyakedua Pangulu ini ditugaskan membangun nagari2 di Luhak Agam, sedangkan diLuhak 50 Koto Datuak berdua memabngun Nagari Situjuah, Batu Hampa, Koto NanGadang dan Koto Nan Ampek dan melantik Datuak Rajo Nun dan Datuak Sadi Awal yang selanjutnya ditugaskan membangun nagari di Luhak tersebut.

Setelah Luhak nan Tigo dibari bapangulu Datuak Perpatiah Nan Sabatang tidakmau ketinggalan dengan Datuak Katumangguangan, beliau meluaskan daerahkearah timur Dusun Tuo dengan membentuk Suku dengan pangulunya antara laindi Korong Balai Batu dibentuk Suku Sungai Napa dibawah Datuak Basa, Jambak Dt. Putiah

Dibawah kepiawaian kedua Datuak Ketumangguangan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang sistem pemerintahan adat menjadi semakin kemilau bahkan hinggabeberapa dekade kemudian kedatangan Aditiawarman seorang Pangeran Mojopahit yang ingin merobah secara total sistem pemerintahan adat dinegeri ini yangtentu saja mendapat tantangan keras dari para Datuak Basa Ampek Balai, namun kehadiran Negarawan Mojopahit ini bukan tidak ada segi positifnya, bahkan beberapa pimpinan pemerintahan adat Kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago berkesempatan bersama Aditiawarman hadir di istana Mojopahit bahkan melakukan kunjungan muhibah ke istana kaisar didaratan Cina.

Kalaupun corak pemerintahan ala Mojopahit pernah ingin dipaksakan diranah Minang namun tidak bertahan lama hanya setelah Aditiawarman tewas dalam suatu insiden, kembali system pemerintahan adat diterapkan kembali  sebagaimana dikatakan “Luhak Dibari Bapangulu” namun sistem ini adopsi oleh Kelarasan Koto Piliang terutama untuk daerah2 diluar Luhak nan Tigo sebagai Rantau Minangkabau seperti yang disebutkan “Rantau Dibari Barajo”.

Wilayah Minangkabau menurut Barih Balabeh Tambo Adat Minangkabau :

Dahulu di Minangkabau tidak memiliki hukum positif, yang ada hanya hukum  rimba ” Siapo Kuek Siapo malendo, siapo tinggi siapo manimpo” kemudian oleh  dua orang bijak iaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang membuat sebuah perangkat Hukum Adat dan Suku agar diperoleh Perdamaian dalam Nagari dimana “nan lamah dilinduangi dan keadilan bagi semua anak negeri. Agar mudah mengawasinya dibuatlah ukuran untuk baik atau buruk suatu tindakan atau perbuatan “Di ukua jo jangko, dibarih jo balabeh,  dicupak jo gantang, dibungka jo naraco, disuri jo banang”. Minangkabau adalah nama bagi suatu etnis yang terdapat di Indonesia dengan budaya, bahasa, kawasan dan suku bangsa dengan nama yang sama juga iaitu  Minangkabau, yang dari segi topografi kawasan Minangkabau ini dilintasi dataran tinggi Bukit Barisan yang memanjang dari Utara ke Selatan dan melintang dari pantai Barat hingga dataran rendah pulau Sumatera Tengah.

Wilayah Minangkabau dapat dipahami dalam dua hal :

1.      Menurut Pengertian Budaya yaitu suatu wilayah yang didukung oleh sebuah masyarakat yang kompleks, yang bersatu dibawah naungan PERSAMAAN ADAT dan FALSAFAH HIDUP sebagai KESATUAN GEOGRAFIS, HISTORIS, KULTURIS, POLITIS dan SOSIAL EKONOMI.

2       Menurut Pengertian Geografis iaitu suatu kesatuan wilayah yang terdiri dari DAREK dan RANTAU dimana Darek meliputi wilayah sekitar Dataran Tinggi Bukit Barisan, Lembah dan Perbukitan disekitar Gunung Singgalang, Merapi, Sago dan Tandikat yang disebut sebagai daerah Luhak nan Tigo, edangakan RANTAU terbagi atas RANTAU PESISIR BARAT yang memanjang dari Utara ke Selatan sepanjang daerah sekitar pantai Barat Sumatera Tengah yangdisebut juga sebagai PASISIA PANJANG sedangkan RANTAU PESISIR TIMUR adalah wilayah yang dialiri oleh sungai-sungai besar Batanghari, Indragiri, Kampar, Tapung Siak dan Rokan yang disebut sebagai RANTAU PESISIR TIMUR.

Secara umum disebutkan bahwa daerah Minangkabau terdiri atas 4 bahagian :

1. Darek :  Daerah Luhak nan Tigo dengan Tiga Gunuang Marapi, Singgalang dan Sago

2. Pasisia  :  Daerah Sepanjang Pantai Barat Sumatera Tengah sejak perbatasan Bengkulu sekarang (Muko-Muko), Pesisir Selatan Painan, Padang, Pariaman, Pasaman hingga perbatasan Sumatera Utara bagian Barat Sibolga dan Gunuang Sitoli

3.      Rantau  :  Daerah Aliran sungai yang bermuara ke Selat Malaka dan Laut Cina Selatan

4.      Rantau nan Sambilan : Negeri Sembilan di Semenanjung Tanah Melayu-Malaysia sekarang Batas Wilayah Adat Minangkabau sebagaimana disebut dalam Adat Barih Balabeh Minangkabau iaitu Adat Limbago dalam nagari, Tambo Adat Minangkabau “Jauah  nan buliah ditunjuakkan, dakek nan buliah dikakokkan, sabarih bapantang lupo satitiak bapantang ilang, kok ilang tulisan di Batu, di Limbago tingga juo, nan Salareh Batang Bangkaweh, Salilik Gunuang Marapi Saedaran Gunuang Pasaman Sajajaran Sago jo Singgalang sahinggo Talang jo Gunuang Kurinci, dari Sirangkak Nan Badangkang hinggo Buayo Putiah Daguak sampai ka Pintu Rajo Ilia jo Durian di takuak rajo sampai Kurinci Sandaran Aguang, Sipisakisau Anyuik, Si Alang Balantak Basi, hinggo Aia Baliak Mudiak, sampai ka Ombak Nan Badabua, sa iliran Batang Sikilang, hinggo Lauik Nan Sa didiah, ka Timua Ranah Aia Bangih, Rao sarato jo Mapa sampai Tunggua jo Gunuang Malintang, taruih ka Pasisia Banda Sapuluah, inggo Taratak jo Aia Itam, sampai ka Tanjuang Simalindu, taruih ka Pucuak Jambi Sambilan Lurah.disabuik pulo Luhak nan Tigo Lareh nan Duo, partamo Luhak Tanah Data duo Luhak Agam tigo bilangan jo Luhak Limopuluah, tiok Luhak dibari Bapangulu, urang nan basa dalam luhak, rancak kato dek mufakat elok nagari dek pangulu, mano pulo Lareh Nan Duo partamo Koto Piliang duo Lareh Bodi Caniago, itu nan saparentah daulat Pagarayuang nan diganggam taguah dipacik arek, kok diliek pulo tantang pado Rantaunyo, kurang aso duopuluah, tiok rantau dibari ba Rajo, Rajo Puatin Tiang panjang Rajo Nagari Pulau Punjuang, Rajo Gamuyang Gunuang Sahilan sarato Nan Dipituan Nagari Basyrah jo Rajo Sumbayang Nan Dipituan Luhak Singingi, Urang Gadang Datuak Rajo Sadio Rajo Kinali, Nan Dipituan Rajo Munang Rajo Rao Aia Bangih, Rajo Sungai Pagu Muaro Labuah, Rajo Lubuak Bandaro Rajo Rambah Rokan Kubu, Datuak Rajo Bandaro Rajo Lindai Tapuang, Sutan Gasib Rajo Siak, Datuak Tanah Data jo Datuak Pasisia sarato Datuak Limo Puluah jo Datuak Kampar Urang Gadang Pakanbaru, sahinggo Rajo Tambilahan, Rajo Rengat sarato Rajo Asahan itu nan disabuik Pagangan Arek Ameh Manah Daulat Pagaruyuang.

Keterangan:

*       Salilik Gunuang Marapi

*       Iaitu daerah Luhak nan Tuo Tanah Datar, Luhak nan Tangah Agam dan

Luhak nan Bongsu Limo Puluah Koto.

*       Si rangkak nan badangkang

*       Negeri asal di lembah lereng Merapi Pariangan Padang Panjang.

*       Buayo Putiah Daguak

*       Sekitar Pesisir Selatan / Indopuro

*       Pintu Rajo Ilia

*       Perbatasan daerah Rejang Bengkulu

*       Durian Ditakuak Rajo

*       Daerah Jambi arah ke sebelah barat

*       Si Pisak Pisau Anyuik

*       Daerah Indragiri Hulu hingga perbatasan Gunung Sahilan

*       Si Alang Balantak Basi

*       Seputaran Gunung Sahilan hingga Kuantan Singingi – Simandolak

*       Aia Babaliak Mudiak

*       Daerah Kampar Pesisir Timur dimana waktu musim pasang, arus Selat

Malaka membawa gelombang besar yang disebut Bono

*       Ombak Nan Badabua

*       Pesisir dan pulau2 di lautan Hindia

*       Sa iliran Batang Sikilang

*       Daerah di seputaran Batang Sikilang

*       Gunuang Mahalintang

*       Daerah Perbatasan dengan Mandailing Tapanuli Selatan

*       Rao jo Mapa Tunggua

*       Daerah Rao sampai ke Daratan Sumatera Tengah bagian Timur dan Selatan – Tapung Kiri dan Tapung Kanan, Rokan Hulu, Petapahan, Mandau dan Rokan Kubu

*       Pasisia Banda Sapuluah

*       Daerah pantai barat ke arah utara dekat perbatasan Sibolga dan Gunuang Sitoli

*       Aia Itam

*       Daerah Dataran Rendah Sumatera Tengah yang warna rawa – air anak sungainya hitam

*       Tanjuang Simalindu

Daerah sebuah tanjung sekitar aliran sungai yang menjorok ke daerah Pucuk Jambi sambilan Lurah

Pendahulu2 kita niniak muyang urang Minang dari satu generasi ke generasi berikutnya yang semakin berkembang itu selalu menganjurkan anak kemenakan nya untuk membuka areal baru membentuk taratak selanjutnya jika semakin ramai anak cucu tersebut dibentuk pulalah jorong jo kampung-dusun/desa jo nagari, disusun sesuai ketentuan iaitu minimum sudah ada “nan ba kaampek suku”, walaupun selalu berpindah2 dari satu wilayah ke wilayah lain dan selanjutnya menetap di kantong2 daerah yang lahannya subur dan ikan nya banyak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dalam rangka mancarikan “nasi nan sasuok, pungguang nan tak basaok dan ameh nan sakauik” namun muyang2 kita itu tetap menjalin hubungan dengan daerah asal yang disebut dalam ketentuan adat:

Jauah cinto mancinto

Dakek jalang manjalang

Jauah mancari suku

Dakek mancari indu (induak)

Tidak jarang komunikasi ke Tanah Asal terputus karena sudah jauh dari pusat2 kelembagaan adat di Luhak nan tigo terutama Pusat Pemerintahan Adat Pagaruyung, bahkan terjebak dan terisolasi akibat perhubungan dan lalu lintas yang sulit terutama selama masa 350 tahun masa pembodohan oleh penjajah Belanda, hingga sudah beberapa generasi tidak lagi melihat tanah asal Tanah Leluhur sementara peradaban bertambah maju dan dinamis juga.

Namun demikian ketentuan adat yang pokok iaitu ” Basuku bakeh ibu, babangso bakeh bapak” tidak akan hilang begitu saja “indak lakang dek paneh, indak ka lapuak dek hujan” itulah warisan yang diterima dari nenek moyang setiap Generasi Anak Suku Bangsa Minangkabau dimanapun dia berada.

Untuk ranji atau silsilah raja2 Minangkabau kino, akan saya bongkar2 dulu si fail lamo, insya Allah ko basuo beko ambo opostingkan pulo baliak

wasalam

Arman Bahar Piliang Malin Bandaro

Sumber :

http://bundokanduang.wordpress.com/2009/06/12/silsilah-kerajaan-minangkabau/